, ,

Potensi Memberdayakan Perusahaan Lokal

17 Februari 2009 Leave a Comment

Kehadiran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebenarnya tidak hanya ingin mengamankan para pengguna transaksi elektronik dari kejahatan dunia maya (cyber crime). Ada yang lebih besar lagi, yakni menyelamatkan pendapatan negara.

Direktur Jenderal Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika Cahyana Amadjayadi memprediksi jika UU ITE dijalankan, ada potensi pendapatan yang diterima negara sebesar 400 miliar rupiah dalam tahap pertama implementasinya.

Angka tersebut merupakan 20 persen dari total dua triliun rupiah yang sebelumnya dinikmati lembaga Certification Authority (CA) asing. CA merupakan lembaga penjamin yang menyertifikasi setiap transaksi elektronik yang dilakukan. Saat ini Indonesia belum memiliki CA karena tidak ada payung hukumnya, yakni UU ITE. Hal itu membuat setiap transaksi yang dilakukan oleh manusia dengan alat elektronik disertifikasi pihak asing.

Dua tahun lalu, dunia perbankan saja melakukan transaksi elektronik melalui kartu debit dan kartu kredit senilai 230 triliun rupiah. Sedangkan secara total di dunia pada transaksi e-commerce tercatat sebanyak 150 miliar dollar AS, dan pada tahun lalu diperkirakan mencapai 200 miliar dollar AS.

“Pada tahap awal, yang bisa dihitung sebagai pendapatan yang mungkin diterima itu adalah dari CA. Sedangkan dari nilai pajak untuk setiap transaksi belum dilakukan. Sejauh ini sudah ada 10 perusahaan lokal yang tertarik menjadi CA,” jelas Cahyana kala UU ITE baru dirilis pada Maret lalu.

Selain peluang di CA, hadirnya UU ITE membuat adanya kepastian dari berkembangnya e-procurement, uang digital, dan e-commerce karena payung hukumnya sudah jelas, yakni UU ITE.

Selama ini para pelaku bisnis tidak berani mengembangkan transaksi berbasis elektronik karena posisi Indonesia belum sejajar di dunia akibat tidak ada UU tersebut.

Kehadiran UU ITE, menurut Juru Bicara Depkominfo Gatot S Dewo Broto, membuat daftar hitam yang disandang Indonesia di kancah transaksi elektronik dunia bisa dicabut karena sudah ada kepastian hukum.

“Industri yang langsung memperoleh manfaat adalah jasa keuangan dan perbankan serta korespondensi perikatan hukum karena transaksi komunikasi elektroniknya memperoleh kepastian hukum dari kemungkinan pihak lain yang meragukan keabsahannya,” katanya kepada Koran Jakarta, Senin (16/2).

Meski demikian, harapan dari pemerintah untuk menyelamatkan pendapatan akan sulit berjalan karena transaksi elektronik sangat bergantung pada konsep tanda tangan digital dan CA. “Kenyataan di Indonesia sebagian besar transaksi di Internet Indonesia masih berbasis surat elektronik. Angkanya mencapai 99,9 persen,” kata penggiat internet Onno W Purbo.

Hal lain yang diingatkan adalah kemampuan dari certificate authorities Indonesia untuk bisa dipercaya komunitas internasional dan masuk daftar CA di browser. Apalagi, menurut Onno, tingginya angka pencurian kartu kredit di Internet dari Indonesia membuat komunitas internasional sulit memercayai Indonesia.

Namun, sebelum menuju ke sana, belum adanya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur itu tentu menjadi persoalan utama. Mantan Anggota Pokja Tim Draf UU ITE Rudi Rusdiah menyarankan, sebaiknya disiapkan amendemen dan PP-nya terlebih dahulu sebelum UU ITE diberlakukan.

Dikutip sepenuhnya dari Koran Jakarta (
Selasa, 17 Februari 2009 00:54 WIB)
Posting By: Administrator

Category: Kliping Online


0 komentar »

Leave your response!

Mohon berikan komentar dikolom bawah ini